HEART WORK
Oleh: Rhenald Kasali
(dr detik.com)
Orang-orang dulu mengajarkan kita kerja keras (hardwork), tetapi para pakar sekarang mengatakan hardwork saja tidak cukup. Dibutuhkan heartwork (bekerja dengan hati) untuk mencapai keberhasilan. Hari-hari ini saya sedang menikmati liburan di Jepang, dan saya lihat sendiri bagaimana orang-orang di Jepang bekerja sengan sepenuh hati. Mereka menegur anak-anak saya di Universal Studio dengan tutur kata yang halus dan penuh senyum, berbeda sekali dengan petugas yang memarahi saya di stasiun Gambir atau membentak sopir saya di Bandara Soekarno-Hatta. Seorang pria Jepang berusia 30-an yang ditugasi mengantar dan menjemput saya selama di sini menunjukkan kesungguhan hatinya. Datang tepat waktu, mengerjakan apa saja yang diminta dengan penuh senyum. Bahasanya halus, sesekali ia berbahasa Indonesia dan Bali.
Layanan yang saya terima jelas berbeda dengan apa yang pernah saya alami di atas pesawat terbang milik Armada Amerika. Mereka bergerak cepat dan bisa memerintah kami sebagai penumpang kalau ada hal-hal yang mereka anggap kurang pas. Dalam perjalanan dari Cleveland menuju Orlando seorang teman pernah tergoda dengan tulisan di sebuah toko penjual oli mesin mobil yang bunyinya: “Serve With Smile”. Ternyata setelah bertransaksi yang muncul seorang pria berwajah dingin yang melihat dengan keangkuhan. Mereka semua adalah pekerja keras, yang rela bangun di malam hari, melayani dengan cepat, tetapi maaf, bekerja tanpa hati, tanpa interkoneksi antar batin, tak ada senyum dan perhatian, selain memenuhi perntah dan tugas.
Di hari-hari pelaksanaan pemilu saya merenungi nasib bangsa saya ke depan. Di meja kerja saya ada beberapa poster dan kalender yang dicetak oleh beberapa orang caleg yang menyerahkan kepada saya lewat berbagai cara. Ada yang dititipkan di rumah, di kantor, di ruang seminar, di pintu tempat ibadat atau lewat sanak keluarga. Salah satunya datang dari keluarga dekat di kampung. Masya Allah, saya terkejut sekali, si Polan, memajang panjang-panjang gelarnya: Prof. Dr. ……………., Ph.D.,SH,MA. Kapan dia sekolahnya? Kalau orang tidak mengerti, ia pasti akan dipilih karena disangka seorang profesor, intelektual bangsa. Wajahnya juga oke, tapi maaf, dari ucapan-ucapannya saya tahu persis yang keluar cuma uang dan uang melulu. Uang untuk menjadi caleg nomor satu, uang gaji DPRD, dan tentu saja uang pesangon kalau nanti berhenti jadi wakil rakyat.
Di salah satu kabupaten, seorang teman bertengkar dengan keponakan-keponakannya yang mengamuk karena tidak berhasil masuk sebagai caleg nomor satu. Ia marah-marah lalu pergi meninggalkan kampung. Ciri-ciri orang kampung /desa yang kata Sumilan (lewat bukunya yang berjudul Mandor Kawat) sebagai ikhlas pupus sudah dalam politik. Orang bisa berubah karena politik, kekuasaan dan uang. Padahal semua itu bisa diperoleh tanpa melakukan cara-cara itu asalkan orang mau bekerja dengan keikhlasan.
Chan Chin Bok, mantan petinggi EDB (Economic Development Board) di Singapura mengakui hal ini. “Singapura hari ini bukanlah hasil dari sebuah pergumulan kerja keras belaka,” katanya. “Melainkan sebuah heartwork”. Ketika Lee Kuan Yew memenangkan pemilu pada tahun 1959, partai yang dikuasainya (PAP), bukanlah sebuah kekuatan yang ditakuti. Bagaimana orang mau bekerja untuk uang kalau uang yang mau dibagikan saja tidak ada. Rakyatnya terbagi-bagi dalam kampung-kampung etnik dengan dialog masing-masing. Orang-orangnya jorok dan membuang sampah sembarangan. Pantainya tidak ada yang bagus sehingga tak ada teroris yang mau datang. Pertanian tidak memadai karena tanahnya kurang subur dan lahannya terbatas. Kalau seluruh lapangan sepak bola di Singapura saat itu dikonversikan menjadi sawah, maka mereka hanya cukup menghasilkan padi untuk 40.000 orang.
EDB memulainya dengan merencanakan sebuah taman industri, tapi mereka tak punya bahan baku dan buruh yang trampil. Siapa yang harus direkrut untuk membangun Singapura? Haruskah kita memberi insentif besar untuk merekrut para wakil rakyat mengawasi pemerintahan? Benar, Singapura memberi insentif yang tidak tanggung-tanggung. Tetapi itu adalah buah dari sebuah proses, bukan merupakan iming-iming di muka. Chin Bok direkrut karena pengalamannya, bukan karena uangnya. Ia adalah mantan salesman mobil yang tulisan-tulisannya sering muncul di media massa. Sebagai salesman ia sudah terbiasa melayani calon pembeli dan mempertahankan hubungan. Ia bukanlah seorang lulusan sekolah tinggi yang tahu banyak teori, tetapi ia adalah pembelajar yang mencintai profesinya.
Kata Kowzes dan Posner, Anda memerlukan “great team” untuk menang. Anda bisa saja kalah dengan tim ini, tetapi tanpanya, Anda pasti tidak bakalan bisa menang. Dan kata John MAXWELL, sebuah great team tidak harus terdiri dari orang-orang luar biasa, cukuplah orang-orang biasa saja. Orang-orang biasa yang bekerja sepenuh hati akan bekerja dengan komitmen dan mereka akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Kata Jim Collins, jangan gegabah dalam rekrutmen. Kalau tidak dapat hari ini, jangan memaksakan diri harus ada. Staf-staf Anda yang tidak sabar pasti akan mendesak Anda agar buru-buru mengambil orang. Tetapi kalau Anda mau sedikit sabar, Anda mungkin akan mendapatkannya, yaitu orang-orang yang bukan cuma sekedar harus bekerja, tetapi memang mau bekerja sepenuh hati.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home