Bila Anak Diplomat Jadi Tukang Parkir
(dari artikel Koran Tempo)
Jika Anda melewati Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta
Pusat, mungkin Anda akan sedikit heran melihat sosok
seorang tukang parkir di depan Kedutaan Besar Bulgaria di
seberang kantor Komisi Pemilihan Umum. Remaja tampan
berkulit putih itu asli bule. Gayanya tak beda dengan
tukang parkir Melayu. "Terus, terus!" teriaknya dengan
bahasa Indonesia yang fasih seraya meniup peluit ketika
memandu sebuah sedan hijau yang hendak parkir. Yang lebih
menarik, tukang parkir ini adalah putra kedua Kuasa Usaha
Kedutaan Bulgaria di Indonesia. Joss Rosenov namanya.
Usianya baru 13 tahun. Jabatan orangtuanya maupun warna
kulitnya tak membuat Joss sungkan melakukan kerja sebagai
tukang parkir --satu hal yang patut ditiru anak
?xml:namespace prefix = st1 ns =
"urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags" />Indonesia.
Sambil menunggu mobil yang keluar-masuk, ia mengelap
sejumlah mobil yang diparkir di depan kantor yang
sekaligus kediaman kedua orangtuanya sendiri.
Tak ada yang mencolok pada siswa kelas I SMP di Pakistan
Embassy School itu. Berkaus lengan pendek dan celana
panjang krem, kakinya beralas sandal jepit. Joss
mengaku sudah setahun menjadi tukang parkir. Sebelumnya,
dia pernah menjadi tukang ojek selama sebulan. Namun, dia
kesulitan mendapatkan penumpang. Tak ada yang mengajaknya
menjadi tukang parkir. "Saya lihat orang lain dulu,"
ujarnya seraya menunjuk tukang parkir di depan kantor
Komisi Pemilihan Umum. Joss berterus terang, ia menjadi
tukang parkir buat cari duit. Uang saku yang diperolehnya
tidak cukup. "Cuma tiga ribu (rupiah), kalau minta lagi
tak dikasih," katanya.
Joss ingat, mobil yang pertama kali diparkirnya setahun
yang lalu adalah Kijang. "Saya merasa senang," kata dia
seraya menambahkan, uang parkir yang diterima untuk
pertama kalinya sebesar seribu rupiah.
Pada awalnya, Joss tidak memberitahukan orangtuanya. Dia
baru bilang setelah dua hari menjadi tukang parkir. "Saya
bilang sama Ibu dan Bapak, saya mau cari uang jadi tukang
parkir," ujarnya. Orangtuanya tidak melarang. Joss juga
tak
menghadapi hambatan dari tukang parkir lain. Pada saat
liburan sekolah, kata dia, pekerjaan ini dilakoninya
setiap hari dari pagi sampai malam, kecuali Minggu. Namun
hari hari sekolah, pekerjaan itu dilakukannya sepulang
sekolah.
Selain menjadi tukang parkir, Joss juga jadi joki three in
one, setiap pagi dan sore hari. "Paginya saya jadi joki
sampai jam 08.00," katanya. Dia juga tidak malu pada
teman-teman sekolahnya. "Saya pernah ngajak teman saya
markir," katanya. Rata-rata penghasilan sebagai joki dan
tukang parkir sekitar Rp 60-70 ribu per hari. "Buat jajan,
mau beli ikan louhan dan burung," kata dia. Ketika ditanya
cita-citanya, Joss menjawab, "Saya ingin jadi sopir." Dia
juga ingin terus tinggal di Jakarta. "Di sini enak, bisa
cari duit sendiri."
Joss lalu kembali ke kursi di depan pos jaga kedutaan,
duduk menanti mobil-mobil yang hendak parkir.
============
(Faisal, Koran Tempo)
0 Comments:
Post a Comment
<< Home